PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP (PKR)
ANALISIS
PERAN GURU DALAM MENANGANI SISWA YANG LAMBAT MEMAHAMI MATERI DALAM PEMBELAJARAN
KELAS RANGKAP
LAPORAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Pembelajaran Kelas Rangkap
Diampu oleh: Vit Ardhyantama, M.Pd.

Disusun Oleh:
VERA VANTIKA
AMBARINI
1586206050
PROGRAM STUDI
PEDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU
REPUBLIK INDONESIA
PACITAN
2017
A.
LATAR
BELAKANG
Pendidikan
merupakan proses pentransferan pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan hidup
sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya
melalui suatu proses pengajaran dan pelatihan. Dalam dunia pendidkan peserta
didik merpakan obyek yang sangat penting. Karena tidak mungkin suatu proses
pentransferan ilmu terjadi tanpa adanya obyek yang menjadi sasaran dari proses
pendidikan itu sendiri.
Dalam proses belajar mengajar di kelas siswa
harus dijadikan sebagai pusat kegiatan (student
center) atau dengan kata lain dalam proses yang berlangsung itu, hendaklah
siswa yang aktif melaukan kegiatan sedangkan guru berperan sebagai fasilitator.
Pembelajaran haruslah memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang diharapkan. Proses belajar yang demikian juga diterapkan dalam
Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR). Pembelajaran Kelas Rangkap (PKR) adalah suatu
bentuk pembelajaran yang mempersyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruang
kelas atau lebih, dalam waktu yang sama, dan menghadapi dua atau lebih tingkat
kelas yang berbeda. Dalam hal ini berarti guru yang mengajar dalam suatu kelas
menghadapi siswa dengan kemampuan belajar yang berbeda pula (Susilowati, 2016).
Katz
(Suryana: 2008) menegaskan pula bahwa kelas rangkap dilaksanakan tidak hanya
karena alasan-alasan letak geografis, kekurangan murid, atau kekurangan tenaga
guru akan tetapi lebih dari itu adalah bagaimana meningkatkan mutu pendidikan
melalui fasilitasi tinggi bagi perkembangan dan potensi siswa. Oleh karena itu,
Katz mengembangkan tiga jenis kelas rangkap dalam sebuah pembelajaran yakni: (a)
Combined Grades atau satu kelas lebih
dari satu tingkatan kelas; (b) Continuous
Progress atau proses belajar mengajar melihat dari keberlanjutan pengalaman
dan tingkat perkembangan anak; (c) dan Mix
Age/ Multiage Grouping atau memaksimalkan pada keuntungan dari berinteraksi
dan bekerjasama dari beragam umur.
Menjadi
seorang guru yang mengajar dalam sekolah yang menerapkan Pembelajaran Kelas
Rangkap (PKR) bukan hal yang mudah. Karena guru harus menghadapi siswa yang
berbeda dilihat dari segi tingkatan, umur, ataupun pengalaman belajar dalam
satu waktu yang sama sekaligus. Pembelajaran melalui kelas rangkap bukan
berarti faktor penyebab kualitas hasil belajar peserta didik yang kurang baik.
Proses pembelajaran yang berlangsung tetap terjadi seperti pembelajaran pada
umumnya. Dalam pembelajaran kelas rangkap ini, siswa tetap dapat mengembangkan
segala potensi dalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan oleh dirinya. Untuk mencapai setiap potensi diatas, guru harus
memperhatikan aspek-aspek yang menyangkut siswa. Hal yang perlu diperhatikan oleh
guru terhadap peserta didik bukan hanya kemampuannya secara umum dalam kelompok
atau tingkatan belajar, namun juga perlu memperhatikan dari masing-masing
individu peserta didik karena kemampuan belajar setiap peserta didik yang
berbeda. Dalam Sudjana (2007) setiap individu peserta didik adalah unik,
masing-masing memiliki kemampuan atau tingkatan serta karakter masing-masing.
Setidaknya ada 6 perbedaan-perbedaan individu yang ada pada peserta didik
diantaranya: (a)perkembangan intelektual; (b)kemampuan berbahasa; (c)latar
belakang pengalaman; (d)gaya belajar; (e)bakat dan minat; (f)kepribadian.
Dari
penjelasan di atas, maka seorang guru PKR harus mampu memahami bagaimana
perbedaan kemampuan setiap individu peserta didik bukan saja dilihat dari
kemampuan peserta didik secara umum di dalam kelas, melainkan lebih dari itu.
Yaitu seorang guru yang mampu memahami peserta didiknya secara individu atau
personal. Karenanya seorang guru PKR harus mempunyai teknik khusus mengenai cara
menangani siswa yang berbeda kemampuan terutama bagi mereka yang lambat dalam
memahami materi pada pembelajaran kelas rangkap.
B.
DESKRIPSI
SEKOLAH
Gambaran
sekolah yang kami adakan observasi adalah sebagai berikut.
Jumlah siswa : 28 siswa
Jumlah guru : 2 guru PNS, 6 guru GTT
Gambaran umum dan fasilitas sekolah :
Ruang kelas : 3 kelas
Rombongan belajar : 6
Perputakaan : Ada (tidak memadai)
Ruang guru :
Ada (bersebelahan dengan ruang kelas 1)
Ruang kepala sekolah : Tidak ada
UKS :
Tidak ada
Halaman sekolah :
Ada (tidak luas, belum berpaving)
Kantin sekolah :
Tidak ada
Penjaga sekolah :
Tidak ada
C.
STUDI
KASUS
Berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan dalam observasi pembelajaran kelas rangkap pada
tanggal 08 November 2017, penulis menemukan ada beberapa kendala yang dihadapi seorang
guru. Salah satunya adalah mengenai perbedaan kemampuan siswa dalam memahami
materi pada proses pembelajaran kelas rangkap. Karenanya judul permasalahan
yang kami pilih dalam penelitian ini adalah “Analisis Peran Guru dalam
Menangani Siswa yang Lambat Memahami Materi dalam Pembelajaran Kelas Rangkap”.
D.
PENYELESAIAN
1. Landasan
Teori
Menurut Djalil (2012) menyatakan bahwa pembelajaran
kelas rangkap (PKR) adalah bentuk pembelajaran yang mempersyaratkan seorang
guru mengajar dalam satu ruang kelas atau lebih, dalam saat yang sama, dan
menghadapi dua atau lebih tingkat kelas yang berbeda. pembelajaran kelas
rangkap juga mengandung makna, seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas
atau lebih dan menghadapi murid dengan kemampuan belajar yang berbeda-beda.
Setiap siswa memiliki kemampuan dalam menyerap
materi yang didapatkannya dengan cara yang berbeda-beda. Maka sudah menjadi
tugas seorang guru mampu memahami berbagai karakteristik perbedaan individu
setiap siswa. Menurut Pradipto (2007) seorang guru harus mengenal anak-anak di
kelasnya secara personal. Kemampuan untuk menangkap materi pembelajaran
masing-masing anak berbeda satu dengan lainnya (bersifat individual). Pemberian
materi ajar harus disesuaikan degan kemampuan peserta didik. Seorang siswa bisa
menyelesaikan sebuah soal atau memahami materi dalam waktu yang berbeda-beda. Dari
perbedaan ini, guru bertugas membantu anak-anak yang mengalami kesulitan
mengerjakan soal ataupun memahami materi. Sehingga guru tidak bisa
menyamaratakan kemampuan anak. Guru harus bertanya kepada anak satu per satu
tentang kesulitan yang mereka hadapi. Apa yang belum dipahami anak, guru harus
bisa membantu supaya mereka paham ataupun juga dengan meminta teman-teman
sebayanya untuk membantu mereka yang mengalami kesulitan dalam memahami
pelajaran.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Sumar (2017)
bahwa disamping profesionalisme seorang guru, pembelajaran juga terkait erat
dengan subjek belajar, yaitu peserta didik. Beberapa faktor yang mempengaruhi
belajar peserta didik, yaitu faktor yang ada pada diri peserta didik dan faktor
yang berasal dari luar peserta didik. Faktor minat, motif, dan perhatian dari
dalam peserta didik perlu dimunculkan karena faktor inilah yang sangat
menentukna keberhasilan belajar peserta didik. Peran guru akan sangat membantu
memunculkan faktor ini dengan bilbingan, arahan dari guru, sehingga peserta
didik diharapkan akan menjadi pribadi yang matang, kreatif, inovatif, dan
mandiri.
Proses pembelajaran di dalam kelas sepenuhnya
menjadi tanggung jawab seorang guru. Untuk itu pengenalan peserta didik secara
mendalam juga menjadi tugas utama seorang guru. Guru yang akan memahami
karakteristik peserta didiknya harus mengetahui berbagai faktor yang
berpengaruh terhadap peserta didiknya tersebut. Ada dua faktor yang berpengaruh
terhadap hasil belajar peserta didik. yaitu faktor internal atau faktor yang
berasal dari dalam diri peserta didik itu sendiri dan faktor eksternal atau
faktor yang berasal dari luar diri peserta didik. Dalam Alisuf (2007) menejelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa secara besar
terbagi menjadi dua bagian sebagai berikut.
a. Faktor
internal siswa
1) Faktor
fisiologis siswa, seperti kondisi kesehatan dan kebugaran fisik, serta kondisi
panca inderanya terutama pengkihatan dan pendengaran.
2) Faktor
psikologis siswa, seperti minat, bakat, intelegensi, motivasi dan
kemampuan-kemampuan kognitif seperti kemampuan persepsi, ingatan, berpikir dan
kemampuan dasar pengetahuan yang dimiliki.
b. Faktor
eksternal siswa
1) Faktor
lingkungan siswa, faktor ini terbagi menjadi dua yaitu faktor alam dan non
sosial (seperti keadaan suhu, kelembapan udara, waktu, letak madrasah/sekolah,
dan sebagainya) dan faktor lingkungan sosial seperti manusia dan budayanya.
2) Faktor
instrumental, yang termasuk faktor instrumental antara lain gedung dan sarana
fisik kelas, sarana dan alat pembelajaran, media pembelajaran, guru, dan
kurikulum atau materi pelajaran serta strategi pembelajaran.
2. Sinkronasi
Data
Jarak
sekolah ini kurang lebih 5,5 km dari pusat kota. Sekolah ini terletak tidak jauh dari pusat kota/kabupaten. Namun,
jumlah siswa di sekolah ini terbilang cukup sedikit yaitu satu sekolah hanya
berjumlah 28 siswa. Padahal secara geografis letak sekolah ini bukanlah di
daerah pedalaman. Berdasarkan hasil wawancara, jumlah siswa yang sedikit ini
dikarenakan letak rumah penduduk di daerah ini berjarak jauh-jauh (tidak padat
pemukiman). Karenanya jam pembelajaran di sekolah ini dimulai pukul 07.30 hal
ini diterapkan sekolah karena mempertimbangkan letak rumah siswa yang berjarak
jauh dari sekolah ini. Jika jam pembelajaran dimulai pada pukul 07.00 maka
pembelajaran kurang efektif karena banyak siswa yang belum tiba di sekolah juga
siswa belum siap menerima pembelajaran setelah perjalanan kaki jauh yang
peserta didik tempuh.
Kami
melakukan observasi pada ruang kelas II dan III yang berada dalam satu ruang.
Kami mengawali kegiatan observasi dengan melihat dan mengamati terlebih dahulu
bagaimana proses pembelajaran dari awal hingga akhir yang berlangsung di kelas
tersebut dalam satu kali kegiatan pembelajaran. Saat melakukan observasi
ternyata ada suatu hal miskonsepsi yang kami dapatkan. Sebelumnya kami
memperoleh informasi bahwa sekolah ini menerapkan pembelajaran kelas rangkap. Kami
menemukan fakta ternyata yang dimaksud pihak sekolah dengan pembelajaran kelas
rangkap di sekolah ini adalah ruang kelas yang digunakan untuk dua tingkatan
kelas (satu ruang kelas di sket) dan satu kelas tetap diajar oleh guru/ wali
kelas masing-masing. Dari hal ini kami menyimpulkan bahwa yang menjadi
permasalahan di sini bukanlah kekurangan jumlah siswa dengan jumlah guru yang
minim pula, melainkan jumlah siswa yang sedikit dengan keterbatasan ruang
kelas. Setelah mengamati proses pembelajaran kami melaukan proses wawancara
dengan salah seorang guru yang selesai mengajar. Dari hasil wawancara kami
mendapatkan hasil bahwa sekolah ini sudah menerapkan Kurikulum 2013, akan
tetapi karena beberapa hal kurikulum ini belum bisa berjalan sebagimana
seharusnya. Guru masih cenderung menerapkan KTSP dalam setiap pembelajaran. Dari
penjelasan guru, hal ini terjadi karena sekolah hanya menunggu dana bantuan dari
pemerintah seperti BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang untuk biaya
operasional sekolah setiap triwulan saja masih kurang. Jika guru harus meminta
bantuan dana dari pihak orang tua dikhawatirkan orang tua menolak karena
mayoritas orang tua berpenghasilan rendah. Sehingga beberapa fasilitas di
sekolah ini terbilang tidak memadahi seperti alat-alat peraga, buku di
perpustakaan, dan sebagainya.
Setelah menjelaskan tentang kurangnya infrastruktur
di sekolah ini, guru menjelaskan secara teoritis bagaimana proses pembelajaran
yang berlangsung dalam kelas dimulai dari kegiatan awal, inti, dan penutup
secara rinci sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah
dibuat oleh guru sebelumnya. Proses pembelajaran di sekolah ini bisa jadi tidak
sebaik sekolah-sekolah lain, dalam penjelasnnya hal ini terjadi karena SDM
siswa yang tergolong rendah serta dikarenakan faktor sekolah yang tidak
memiliki fasilitas penunjang yang baik
(seperti media, buku pelajaran). SDM yang rendah ini terjadi karena motivasi
siswa untuk bisa terhadap suatu materi ataupun untuk bersaing dengan teman
dalam satu kelasnya tergolong rendah, perjalanan dari rumah ke sekolah yang
jauh juga mempengaruhi kondisi tubuh siswa yang sudah merasa kelelahan,
motivasi dari orang tua yang kurang, dan sebagainya.
Kemampuan siswa dalam memahami materi tergolong
rata-rata (tidak ada siswa dengan kemampuan yang mencolok dari teman lainnya
dengan perbedaan yang tinggi karena hampir semua kemampuan siswa setara). Jumlah
siswa di sekolah ini terbilang sangat sedikit (dalam satu kelas paling banyak terdapat
5 siswa) sehingga guru dapat dengan mudah memahami karakteristik siswa di
kelasnya. Pendekatan-pendekatan yang guru terapkan dalam kelas dapat terlaksana
dengan baik karena jumlah siswa yang sedikit ini (guru mudah untuk menghafal
setiap karakteristik siswa). Dalam pembelajaran target yang guru harapkan
adalah setidaknya setiap siswa mamiliki kemampuan yang rata-rata sama dalam
satu kelas tersebut. Untuk siswa yang ketinggalan memahami materi ataupun kesulitan
saat mengerjakan soal biasanya guru meminta siswa lain untuk menjelaskan materi
kepada siswa yang tertinggal tersebut. Hal ini dilakukan karena dengan bahasa
anak yang digunakan untuk memahami materi dianggap lebih mudah diterima siswa,
karena mereka menggunakan bahasa kehidupan mereka sehari-hari.
Selain bantuan dari teman sebaya, guru juga
memberikan pelayanan khusus bagi siswa yang tertinggal dengan teman lainnya.
Yaitu dengan memberikan jam tambahan pelajaran sepulang sekolah. Jadi saat teman
yang lainnya pulang, anak tersebut tetap tinggal di kelas dan mendapat jam tambahan dari guru. Jam tambahan
ini tidak berlangsung lama kurang lebih berlangsung sekitar setengah jam. Hal
ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa pada jam tersebut anak sudah dalam
keadaan lelah, sehingga jika harus menambah dalam jangka waktu yang lama maka
cara ini dirasa kurang efektif. Dari penjelasan yang kami peroleh dari guru, penambahan jam pelajaran ini sering dilakukan
untuk anak kelas I yang kurang lancar dalam membaca dan menulis atau anak kelas
II&III yang kurang lancar dalam berhitung dan sebagainya.
Untuk pendekatan yang guru terapkan untuk memahami
masing-masing individu adalah secara personal. Guru sering berdialog/wawancara
sederhana dengan siswa saat siswa mengerjakan soal sehingga guru memperoleh
data mengenai siswa selain dari pengamatan langsung yang dilaukan guru setiap
harinya juga dari proses wawancara yang dilaukan guru terhadap siswa. Dan
proses ini tidak saja hanya diterapkan pada siswa dirasa kurang/tertinggal di
dalam kelas, akan tetapi cara ini dilakukan oleh guru kepada semua siswa dalam waktu
yang berbeda-beda. Dalam proses ini selain guru menanyakan akan
informasi-informasi yang ingin didapatkan oleh guru, guru juga sering memberikan
motivasi-motivasi kepada siswa yang bersangkutan.
Dari data yang diperoleh dari kegiatan observasi
diatas, dapat disimpulkan bahwa di dalam setiap kelas selalu terdapat siswa
dengan kemampuan kurang dari temannya yang lain. Untuk mengatasi hal ini guru
menerapkan dua cara pendekatan. Yaitu yang pertama dengan meminta bantuan teman
sebaya dan yang kedua adalah dengan melalui pendekatan kontak personal antara
guru dengan siswa yang bersangkutan. Dimana langkah selanjutnya guru memilih
teknik menambah jam pelajaran bagi anak yang kurang kemampuan memahami materi
tersebut pada jam sepulang sekolah hal ini biasa diterapkan pada permasalahan
siswa yang mendasar (seperti membaca, menulis, dan berhitung). Guru sudah mampu
menganalisis adanya siswa yang lambat dalam memahami materi ini, disebabkan
oleh faktor internal ataupun faktor eksternal pada diri peserta didik.
E.
DAFTAR
PUSTAKA
Alisuf,
Sabri. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Pedoman Ilmu Jaya.
Aria Djalil, dkk.
2009. Pembeajaran Kelas Rangkap.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Maasawet, Elsje
Theodora dan Anda Supanda. 2015. Penggunaan
Model Pembelajaran Inkuiri Melalui Kelas Rangkap untuk Peningkatan Motivasi dan
Kemampuan Penggunaan Software Presentasi di SMK Negeri Samarinda. Jurnal EduBio Tropika, Volume 3, Nomor 1, April 2015, hlm. 1-50.
Pradipto,
Yosef Dedy. 2007. Belajar Sejati Versus
Kurikulum Nasional. Yogyakarta: Kanisius.
Sumar,
Wami Tune dan Intan Abdul Razak. 2017. Strategi
Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Soft Skill. Yogyakarta:
Deepublish.
Suryana,
Asep. 2008. Pembelajaran Kelas Rangkap
(Multigrade Teaching). PJJ PGSD. Universitas Pendidikan Indonesia.
Susilowati.
2016. Bahan Ajar Pembelajaran Kelas
Rangkap (Edisi Revisi). Semarang: Kementrian Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Universitas Negeri Semarang (UNNES).
sudah bagus
BalasHapus